Foto diunggah dari Google |
Aqsha Al Akbar
“Bu, aku
terlambat pulang. Pekan ini batal.”
“Tapi, Ibu
sudah siapkan semua makanan kesukaan.”
“Sudah, Bu,
berikan saja pada anak tetangga. Atau mereka di bawah kolong jembatan.”
“Yasudah.”
“Jadi kau
pulang, Nak?”
“Belum dapat
kabar dari mereka, Bu.”
“Kenapa
begitu?”
“Aku pun juga
bingung, Bu. Bapak sehat?”
“Sehat.
Alhamdulillah. Pun begitu adikmu.”
“Aku sayang
mereka, Ibu sampaikan ya.”
****
“Ibu sedang
sakit, Anakku. Tanya kabarmu terus.”
“Aku janji
akan segera pulang, Pak. Aku janji.”
****
“Bagaimana
kabar Ibu, Pak?”
“Sudah mulai
membaik. Tapi, tekanan darahnya tinggi sekali. Stres mungkin.”
“Hibur Ibu,
Pak. Ceritakan yang baik-baik, yang membuat Ia senang.”
“Kami lakukan
itu terus, Nak.”
“Sudah dulu,
Pak. Cintaku beserta kalian.”
****
“Nak, sehat
kau anakku?”
“…….(Turn it off!)”
****
“Kami semua resah dengan kabarmu. Kau tidak
pernah jelas menceritakan keadaanmu. Ibu semakin sakit sekarang ini. Dokter
bilang mulai terserang stroke. Dia merindukanmu. Aku dan adikmu yang lain juga
merindukan kamu. Bapak terus menerus berdoa. Agar kau selamat. Agar kau tetap
sehat. Aku sendiri selalu cemas melihat kabar di televisi. Semakin hari semakin
kacau kondisinya. Kau jangan lupa makan. Telepon aku bila sempat.”
****
“Kondisi
terkini dari para TKI masih belum jelas. Kedutaan Besar RI juga belum dapat memberi
konfirmasi yang pasti terkait kasus yang menimpa TKI di sini. Sementara
otoritas setempat mengatakan, sebagian dari para TKI akan segera di eksekusi
dan sebagian lainnya akan segera di ekstradisi. Masyarakat non TKI masih terus
melakukan upaya-upaya pembebasan terhadap TKI, mengingat bukti yang disertakan
masih minim. Namun begitu, upaya desakan non otoritas akan sulit, jika tidak
melibatkan kekuatan negosiasi dari para duta besar yang berada di sini.
Demikian lap….”
****
“Ini
adalah surat penuh kasih sayang untuk kalian semua, Bapak, Ibu dan dua adikku
terscinta. Aku terlampau memikirkan apa yang harus aku pikirkan untuk
menyelamatkan sesuatu yang berharga dari hidupku, hidupku untuk untuk hidup
kalian. Andai aku mampu memilih sesuatu yang benar di antara beribu kesalahan,
aku akan memilih kesalahan yang paling kecil, agar aku mampu Memberikan
pengampunan atas diri ini. Tetapi, ternyata takdir menyuruh aku memilih
kesalahan diantara ribuan kebenaran yang selalu aju perjuangkan. Pada titik
itu, aku rasa sang Raja tidak akan mampu mengelak, begitu pun aku. Aku tidak
dapat menolak takdirku.
Keluagaku
tersayang, mungkin selama ini kalian bertanya, dimana aku dan bagaimana
keadaanku. Aku tak pernah mampu memberi jawaban yang menenangkan, aku tahu akan
hal itu. Karena itu aku tak mau memberi kabar yang pasti mengenai diriku. Tapi,
ketahuilah, aku akan selalu berusaha memberikan kata-kata dan kalimat yang sama
seperti ketika kalian melepasku di bandara. Aku tak ingin berubah manakala aku
bertemu budaya dan suasana yang berbeda, termasuk keadaan saat sekarang atau
belakangan ini.
Bahwasannya
aku selalu dalam keadaan baik. Aku akan selalu berusaha berkeadaan baik.
Meskipun aku mengetahui, sungguh sulit mencari detil kecil dari keadaan baik
itu dalam diriku. Akhirnya aku pun harus mengungkapkan apa yang tersembunyi.
Aku hanya terpaksa melakukan sesuatu yang bagi dunia adalah hal yang keji.
Namun, aku juga lelah diborgol dalam kebengisan mereka yang tak sudi menghargai
harkat dan martabat diriku. Kita diajarkan baik dalam lingkungan dan agama
untuk menjaga etika dan moral dalam budi pekerti yang hakiki. Aku mencoba
menanam itu dalam-dalam. Aku mencoba alunkan nafas moral itu dalam irama kehidupan
yang aku jalani. Aku berharap aku tak tersesat dalam hal yang salah, seperti
memetik kesalahan dalam kebenaran. Karena sejatinya aku ingin bersikap sempurna
dalam ketidaksempurnaanku.
Atas
masalah yang menimpaku, keluargaku yang kubanggakan, Aku bersumpah atas nama
kebenaran bahwa aku hanya terpaksa. Aku sama sekali tidak berniat membunuh
majikanku itu. Ia mengancam kehidupanku, merenggut kehormatanku, menikam
harapanku dan harapan keluarga kita serta membunuh api kebenaran yang selama ini
aku, dan kita kobarkan. Hanya sesederhana aku untuk menjaga harkat dan martabat.
Polisi disini menilai aku bersalah karena membunuh. Aku tak menyangsikan fakta
itu. Aku benarkan dan aku mengakui kesalahanku. Sekarang, aku hanya menunggu
proses KEADILAN atas diriku. Aku berharap, Tuhan ‘menyetujui’ perbuatanku itu.
Meski aku selalu tahu, akan ada satu kesalahan mutlak di antara sejuta
kebenaran yang kuangkat. Biarlah Tuhan menilai dan memutuskan atas
‘persetujuan’ yang aku buat bersamaNya. Aku tahu, jalanNya tak pernah salah.
Bapak,
Ibu dan dua adikku tercinta, Aku telah meminta maaf pada mereka yang menjadi
korban atas kesalahanku. Namun, sama seperti halnya aku yang sulit memaafkan
ketika satu diantara mereka merenggut mahkotaku, aku masih berusaha memaklumi
dan menerima. Saat ini, semua keputusan atas tindakanku telah diamanatkan
Pengadilan untuk suatu KEADILAN bagiku. Disini lah, disini lah aku akan
menemukan suatu eksekusi dari suatu Kerajaan. Aku pasrah diri beserta hati yang
menerima. Aku siap atas KEADILAN itu.
Bapak,
Ibu dan dua adikku, kali ini kepulanganku tidak akan terlambat atau pun
tertunda lagi. Aku segera menuju tanah dimana aku berpetualang merajut hidupku,
merangkai senyum dan menampilkan tawa bersama kalian. Aku selalu bersyukur
memiliki sebuah kisah yang dapat kukenang sebagai hadiah yang tak akan
tergantikan oleh suatu apa pun. Maka, terima lah aku kembali seperti kala senyum dan rintikan air mata harapan
saat kalian di anjungan bandara bertahun yang lalu. Ini lah aku, sambut lah
aku. Karena pada kalian lah, awal dan akhir aku bertumpu dan menuju. Untuk
kalian edelweiss yang selalu mekar di hati, aku cinta kalian.”
--------------------------------
Untuk TKI dan TKW yang berjuang atas hidupnya,
hidup keluarganya hingga menemu dirinya atas diskriminasi yang tiada konklusi.
Tulisan sederhana ini kupersembahkan untuk kalian beserta keluarga.
Sudah menjadi kisah biasa, ketika pahlawan devisa pulang dengan berita pilu. Ah, pantaslah mereka lebih senang bercerita tentang kehebatan negara tempatnya bekerja, daripada negeri kelahirannya. Tidak pernah ada keadilan di negeri ini, Bung! Ayo, Kawan! katakan pada mereka, kita tidak akan mundur.
ReplyDelete