Thursday 30 January 2014

Pijar




Sarah, istriku yang rupawan. Pemikat lelaki bujang juga lelaki beranak. Tingginya semampai dan lurus hitam rambutnya melambai. Putih kulitnya sepadan langsing tubuhnya. Siapa pun setuju dia wanita terbaik di kampungnya. Bunga desa katanya. Sarah, yang kupinang dari rayuan jejaka, memeranjatkan dirinya dalam pelukan kasihku. Terpana ia melihatku. Tertegun ia mendengarku bicara. Merah merekah malu wajahnya kala kupuji sejuta kembang. Sarah istriku, yang begitu meneduhkan ini juga terkadang cemberut dan cerewet bila ia terpancing gossip tetangga sekitar rumah.

Arus





Hari ini cukup teduh. Sebangsa awan begitu sibuk bersuka ria. Angin begitu merdu menyibakkan udara. Sementara pohon rindang meliuk pelan menikmati sabda alam. Di bawah pepohonan rindang, terpapar kursi rajutan bambu. Reot sudah bentuknya. Nyaman pula bersandar di atasnya. Aku hanya duduk santai dalam ketidaktenangan. Mataku lurus membidik segala yang terhampar dihadapan. Sedang tangan sekali-kali mengusap-usap rambut. Iseng juga menggaruk ketombe yang gatalnya minta ampun.
“Ngapain aja melamun?” Kuncoro membangunkan lamunanku.
“Eh, enggak. Dari mana kau?”
“Biasa, isi perut. Sudah kau baca tulisanku kemarin?”
“Cuma dua yang baru kubaca. Nanti lah yang lain.”
“Gimana? Bisa kulempar ke Koran?”

Wednesday 22 January 2014

Titik Balik


Seperti biasa, dalam roda kehidupan manusia terpencar-pencar dalam satu kesatuan. Yang di atas berlena sejenak atau selamanya, yang dibawah merangkak naik atau mengiba selamanya. Semuanya beradu dalam grafik yang dinamis. Tarik-menarik tentu sudah lumrah. Semakin merasa kemenangan, semakin dekat jua turunan yang curam. Agaknya memang begitu hidup ini.

Monday 13 January 2014

Kehidupan Belum Bahagia



Kalau menulis adalah langkah terbaik, maka menulis. Tentu tidak ada yang tahu bagaimana rasanya tenggelam dalam kepahitan tanpa kenangan abadi. Tentu juga tidak ada yang tahu bagaimana rasanya suka gemilang tanpa adanya ingatan bertinta. Aku telah hidup bersandar suka pun duka. Dikalungi cinta dan berlayar sepi. Tapi hidup tak melulu seperti itu. 

Columbus bisa saja menemu benua. Tapi, sebagai pribadi, aku pun harus menemu dunia. Tak mesti berkelana berpetualang bagai elang. Melalui pandangan dan rasa yang ada pada orang lain. Ya, berbagi. Dari berbagi, pandangan sempit menjadi luas. Menjadi bermakna jika disertai ketulusan. Keikhlasan. Aku bersyukur menemu hal ini. Mengarungi tulisan hebat, berkelakar pada baitnya dan menjadi tokoh dalam kisahnya, cukup untuk menerbitkan edisi Columbus-ku sendiri.

Tuesday 7 January 2014

Tahun Yang Kutinggalkan

Aku tidak meniup terompet atau mengatakan "Happy New Year" di penghujung tahun lalu. Sedikit saja kulihat kembang api berdansa di pekatnya langit, sebelum hujan berperan diujung malam. Sore di hari terakhir 2013, aku justru tertidur. Entah, aku hanya tidak bersemangat menyambut gempita tahun baru. Tidak ada rencana pesta atau perayaan. Sesuatu yang sudah kulakukan sejak awal tahun 2013 lalu. Bagiku, hari ini atau hari esok, tahun ini atau tahun esok, adalah rangkaian kepastian. Yang membuat beda hanyalah manusia, ya aku.

Berjuta lakon kupentaskan. Beribu kolaborasi kuciptakan. Beratus klimaks kugetarkan. Agaknya menjadi drama yang fantastis. Namun, 2013 sesungguhnya tahun rintisan. Lakon yang kupentaskan tak semegah yang kubayangkan. Kolaborasi yang kuciptakan tak seharmoni yang kudambakan. Klimaks-ku pun tak terlalu menggetarkan kehidupanku. Ya, 2013 hanyalah tahun rintisan.

Saturday 4 January 2014

Ingatan

Kucumbu lautan rindu.
Menggebu bertalu-talu.
Pada mereka nun jauh.

Kusentuh dalam khayal.
Kupeluk dalam mimpi.
Menjumpai pada memori.
Berkata melirih doa.

Tetesan air mata tak terbendung.
Mengalir dalam laju kalbu.
Namun kata pun pun tak berucap.
Hanya rasa membisik-bisik.


Malang, Januari 2014
- AAA -