Friday 13 December 2013

Miring



Eeuuuh.
Grung gruuung.
De idi ni.
Kutambat hemat royal gunung cinta.

Keerasukan, tipu disihir sejuta rindu.
Jujur. Merdeka seumpama kata.
Aku tak peduli.

Pu pu pu ting, kusentil kukeli-keli.
Se se dot kunikmat penuh.
Barangkali teringat liar fantasi.
Pu puu pu nya sesuatu yang indah.

Ruhku gemilang kau ikat.
Mahaaaaaaaaaaa.
Garis batas yang kubelah.
Lah di tengah sedikit ke sudut kiri.
Debuuuuu. Semayam rukuk sujud menyentuh.

Kenalkan aku jiwamu.
Temaram malam semakin.
Tercabik terbunuh jika.
Oh, petualang gilaku.

Kududuk.
Dzikir.
Subhanallah walhamdulillah walaa illa ha illalahu akbar.
Melaun namaMu menyambut.

Rekan secipta malamku.
Gila!
Yohoo gilaku terbuai.

(Astagfirullah).

2012
Aqsha Al Akbar

Pulang



Aku pulang, Ma.
Setelah lama, aku membidik harapan.
Tak ketemu, Ma.
Maa, jangan marah.
Aku pulang.

Aku tak tahu bis mana yang kan kutumpangi lagi, Ma.
Aku lelah menempuh jalan.
Aku tahu dikejar bayang-bayangmu, Ma.
Maafkan lah, Ma.
Aku pulang.

Ma, sambut lah aku.
Meski tak sedikit dari itu yang dapat kuisi di ranselku.
Meski malu, Ma.
Malu pada tetangga kita, Ma.
Aku telah pulang, Ma. Bagaimana lagi?

Bukan aku menyerah, Ma.
Aku telah bertemu semangat Bung Karno.
Aku juga telah berbaris di barisan Pangeran Diponegoro.
Aku pun telah memanjat huruf-huruf si Chairil.
Bahkan aku telah memimpin diriku, Ma.

Tapi, aku dicegat, Ma.
Mereka tak suka kehadiranku, Ma.
Mereka bilang aku tak layak hidup, Ma.
Aku tak takut, Ma.
Tapi, senjata macam mana yang dapat meruntuhkan ironi politik, Ma?
Kemana-mana dibuntuti, Ma.
Kemana-mana ditodong perasaan was-was.

Aku pulang, Ma.
Aku hanya lelah.



Aqsha Al Akbar

Sunday 8 December 2013

Selebaran “Ayo Ayo”




Aqsha Al Akbar

Aku belum menyerah pada seribu dua malam yang menerorku.
Belum cukup merubuhkan satu atau dua jiwa yang mengamuk.
Aku bertulang batang pena dan berdarah anggur.
Masih kuat menerjang sisa-sisa kefanaan.

Aku telah berdiri sepanjang nasib menertawakan.
Sepanjang guratan nyawa sepenggal leher.
Aku kan menang meski pikiran digertak selongsong besi.
Kan tetap berdiri meski sepasang kaki ringkih terpatri.

Aku tak jua menyiakan sebait kebenaran.
Meski berpuluh lembar cek milyaran berterbangan di langitku.
Aku tak akan mengkhianati, sekalipun perjuangan ucapan protes.
Aku justru bangga berdiri bersama mereka yang dinista.

Aku hanya kepingan berlian seorang Munir.
Penantang kebenaran yang hakiki.
Aku hanya sedikit urat dari amarah Kartini.
Perintis kesetaraan di atas perbedaan yang diganggu.


Lelaki gagah berani.
Selalu kupuja dalam lautan pikiran.
Perempuan lantang berseru.
Selalu kuabadikan dalam kotak-kotak memori.

Aku, masih terlalu muda.
Belum cukup untuk melihat kenyataan pasti.
Namun, hati diperas terus. Dipaksa terus.
Biar lah aku segera meniti jalan itu.

2012,September.

Sesuka Hatimu Saja



Kau datang lagi, membawa sekeranjang senyum.
Menghadiahiku satu tas ransel kenangan.
Mendekapku dengan kebinalanmu.
Mencopot celana dalammu yang telah pengap terhimpit.

Tapi, tunggu lah dulu.
Ini senja sudah melongok sedari tadi.
Aku masih ingin melukis kesedihan dibalik tirai siluet.
Kau, mending tengadahkan tanganmu, buatkan muara
Air mataku dienyahkan sungai dan laut yang sombong
Maka, kali ini biarlah kau terima air mataku disela keringnya rasa ibamu.

2013
 
-  AAA -

Sunday 1 December 2013

World Aids Day | Ironi

HIV/AIDS - Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA)

Hari ini, 1 Desember 2013, peringatan Hari Aids Sedunia sedang berlangsung. Berbagai organisasi, LSM, Institusi dan kalangan masyarakat luas turun aksi baik unjuk rasa di jalan, menggelar bakti sosial dan lain sebagainya.  Peringatan Hari Aids Sedunia ini juga disikapi beraneka ragam oleh masyarakat. Fokus isunya juga cenderung berbeda. Ada yang fokus mengenai penanganan sosial terkait ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS), perkembangan interaksi sosial sebagai penyebab, metode pencegahan dan lain-lain. Namun, mereka satu suara dalam usaha mengurangi secara maksimal penyebaran HIV/AIDS kepada manusia.

Kemarin



Kemarin kudengar namamu,
Entah ada rayu atau senyum darimu, aku tak tahu.
Kau belum menyedia waktu bertemu sekali waktu.
Padaku.

Kemarin, bongkahan rindu mengais rasa.
Penatku ada saat ia terus meminta.
Jangan terlalu lama melepas.
Aku belum sempat melewati batas kita.

Selalu begitu, kau.
Selalu begitu saat mulai menjemputku.
Apa lah aku ini?

Malang, 22 September 2012
- AAA -