Saturday 30 November 2013

Kepahlawanan Dalam Perspektif Revolusi Indonesia*

Oleh : Pandu Jakasurya
Selasa, 12 November 2013




Menurut Oxford Concise Dictionary – Tenth Edition, pahlawan adalah orang yang dikagumi karena keberanian dan prestasi-prestasinya yang menonjol. Ada keberanian dan prestasi-prestasi yang menonjol di satu sisi, ada kekaguman di sisi lain. Keberanian adalah jiwa pahlawan. Prestasi-prestasi yang menonjol adalah yang “dicetak”-nya. Kekaguman adalah tanggapan orang lain terhadap keberanian dan prestasi-prestasi menonjol yang dicetaknya.

'S' Sungguh Mengagumkan

Inisial namanya 'S'. Seorang perempuan muda berhati mulia. Pertama, aku tidak kenal siapa dia. Dan dia juga tidak kenal aku. Aku lihat dia di twitter. Dan dia adalah seorang pendiri yayasan yang menaungi anak jalanan. Seorang yang enggan dibanggakan karena tindakan 'kecil'nya itu. Seorang perempuan yang berani dan selalu bersyukur. Apakah dia cantik? Cantik banget hatinya. Aku naksir? Aku hanya bisa membayangkan pacarnya sangat beruntung memiliki 'S' ini. 

Kopi Yang Manis






Aku bersandar pada cahaya kecil.
Duduk bersila, kuteguk kopi itu.
Manis bukan main rasanya.
Tentu, kau yang memulai.
Kau, dihadapanku, menatap bola-bola kecil menghiasi pandang.
Malam begini, kau tautkan keanggunan dan puisi.
Indah dirimu, mengalun syair.
Tak kucari, tapi memang dadaku seiring bernyanyi.

Maka, menari lah kita, sepi dan malam pun jadi panggung.
Kita pun termangu, bergelut pada sisi yang tak bertemu.
Pada apa kita kan berharap?
Sebuah nama atas kesucian belum terjamah.
Simpan rasa ini, malam ini jadi awal ungkapan.

Kehadiranmu membasuh luka, selama aku tahu kan tak jemu.
Kan kuraih apa yang bisa membuat kita satu.

- AAA -

Malang, 2010

Thursday 28 November 2013

Kaum Intelektual



Memulai dengan mereview dan mengkaji Sari Pidato Ir. Soekarno dalam Openbare Vergadering P.N.I Bandoeng dan Jacatra yang berjudul “Kewadjiban Kaoem Intellectueel”. Isi pidato tersebut yang kemudian menjadi bahan pembelajaran saya  dalam berusaha memahami kewajiban dan sejarah pergerakan kaum intelektual.
Kaum intelektual, apa dan siapa kaum Intelektual tersebut? Kaum intelektual ialah kaum atau sekumpulan atau orang yang telah mendapat pendidikan dan pengajaran serta pengetahuan. Intelektual sendiri berasal dari kata ‘Intellect’ yang berarti akal dan pikiran. Mereka lah orang-orang yang telah memiliki kepandaian baik akal dan pikiran melebihi orang-orang pada umumnya. Kaum intelektual ini tidak saja mereka yang memiliki title Sarjana, Master, Dokter atau pun Profesor. Dan tiap-tiap orang yang memiliki keunggulan dan kepandaian dalam pengetahuan, maka ia dapat disebut sebagai seorang yang intelektual.

Lepas Senja



Menjelang kamis malam.
---
Jalanan itu lurus.
Lika-liku hanyalah sebuah gambaran terselubung.
Pinggirnya sawah dan pohonan, sebagian dibabat untuk bangun rumah-rumah.
Ada jalan naik dan turun selaksa simfoni.
Sekali turun terjal, sekali naik pun terjal.
---
Kakek-kakek selesai membersihkan kuburan, kurus gagah membakul cangkul dan celurit.
Warga juga selesai dari kuburan, menanam dupa mewangi kamis.
Wanginya menambah kesan mistis.

Kisah menjelang itu tepat senja.
Potret sederhana dari wajah desa,
dan cerita klise berupa puing harapan dan puja-puja.
----
Lurus jalan itu,
Masih kulaju terus.

Malang, 2013
- AAA -

Wednesday 27 November 2013

Kembali



Foto diunggah dari Google


Aqsha Al Akbar

“Bu, aku terlambat pulang. Pekan ini batal.”
“Tapi, Ibu sudah siapkan semua makanan kesukaan.”
“Sudah, Bu, berikan saja pada anak tetangga. Atau mereka di bawah kolong jembatan.”
“Yasudah.”


Zaman

Aku mulai berpikir kapan zaman selesai.
Sebab sepertinya semua jadi susah.
Saat mau membuka mata, melongok kanan kiri saja susah.
Saat menautkan pikiran ke manusia saja, zaman menentang.

Aku mulai bertanya kapan zaman selesai.
Sebab sepertinya hidup disayat tirani. 

Aku selalu bertanya kapan zaman selesai.
Sebab sepertinya mati pun tak mengundang haru.

 Apakah zaman sedang berprosa?
Pada bait mana Ia tempatkan kesukaan?
Pada klimaks mana Ia ceritakan kemanusiaan?
Pada penutup mana Ia sempurnakan prosa?

Malang, 27 November 2013
- AAA - 

Destinasi Tanpa Batas



Ternyata aku harus bicara dan berbuat
Untuk dapat menyingkirkan kegelisahan dari nestapa
Kita dan mereka yang terkurung dari jeruji rezim
Menantang dari bisik-bisik yang terisak. Lalu teriak.

Dari retakan dan puing penggusuran, kita menyelinap dari debu terhampar
Mencoba merangkak merangsek.
Tak peduli bagaimana kita dihantam lagi oleh penguasa.
Hanya perlu mencari jalan dan berjalan.

Mereka bilang, “jalan itu sunyi dan terjal.
Terisolasi dari penguasa bajingan.
Sekali melangkahkan di jalan itu,
Yang ada hanya ketakutan dari ketakutan untuk menuju keberanian
Jalannya kebenaran.”

Aku tak tahu apakah aku cukup kuat melewatinya.
Walau pedang telah kusarungkan.
Walau ilmu dan retorika kata telah kubariskan dalam pikiran.
Walau aku telah meyakinkan diri untuk menasbihkan nyawa  atas nyawa.

- AAA -

Tuesday 26 November 2013

Teater Malam Ini

Lalu semua gelap gulita.
Terbelah sepi pada gusarnya dosa.
Ringkih mengadu.
Gumaman aku tak sampai tujuh puluh tujuh rindu.

Gong mengaung. Keris-keris sigap.
Menungguku.
Entah apa.

Pulang menemu malam.
Gelap kusirna pada sebilah pedang yang memantulkan cahaya.
Pada nasib apa aku menuntun diri?
Kosongnya menghadapku pada ya, yaa mati.
Letih.


Kenapa semua siaga serta topeng berjaga?
Kenapa semua tidak lupa mengintip dosa,
atau menikmati dosa yang keji itu?
Lihat lah si Kecil merah jambu melihat hidup.
Pandangi serupa seluruh padanya.
Ah, air mataku meleleh.

Malang, 13/10/2013
- AAA -

Latar





Aqsha Al Akbar
**
Siang memainkan cahaya
Menuturkan canda dan semburat senyum di muka
Menghempaskan raga berpeluk awan
Tak peduli ketika cendawan mulai menghitam

Sebuah Tulisan 'Sok' Tau dari Saya

CINTA
Ilutrasi diambil dari Google

Banyak orang yang bertanya, “apa itu cinta?”. Terkadang aku pun juga menanyakan hal yang sama. Apa itu cinta? Seperti apa rasanya cinta? Apakah ada ukuran pada suatu cinta? Apakah sama cinta dengan pengorbanan? Atau justru cinta membutuhkan suatu pengorbanan?

Monday 25 November 2013

Supremasi

Menjadi mahasiswa tanpa memiliki kegiatan organisasi rasanya bukan seperti mahasiswa. Saya (masih) mahasiswa pun memilih bergabung dengan organisasi. Dulu saat di Universitas Brawijaya, saya sempat aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya (HIMANIKA. Kini, di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), saya juga gabung dengan organisasi. Sebenarnya, saya cukup telat masuk organisasi saat di UMM. Saya masuk saat semester 3 akhir.

Puisiku



Puisi ini aku tulis dengan rajutan rindu.
Yang menyambut biru dan hijau langit beserta daun.
Aku tak selalu bisa menyempurnakan ingatan tentang rentang waktu masa kecil dulu, bersamamu.
Jika aku mengingat itu, sekilas kisah hanya membawaku pada bingkai yang dihiasi air mata.
Aku hanya ingin menulis tentang kuatnya, atau barangkali tentang lemahnya diri saat merasakan kasihmu.
Klise yang berserakan selalu aku biarkan begitu.
Agar terus alami dan tak pernah ternodai.

Friday 22 November 2013

Episode Kedua


Aqsha Al Akbar
Aku mencoba jujur.
Karena menulis puisi ini sama dengan perasaan.
Mana ada perasaan yang berbohong.
Ya, jujur lah.

Bohong itu waktu aku bilang jujur.
Ternyata jujur juga bisa bohong.
Mana yang betul?
Sebenarnya jujur dan bohong itu saudara kembar.

Ini malam kedua dari dua episode malam sendiri.
Dan ini pukul dua dini hari.
Aku belum enggan memetik kata di taman imaji.
Setiap hari aku berwisata di sana.
Aku bertemu Sutardji Calzoum Bahri.
Ada juga Chairil Anwar dan WS Rendra memainkan nada naaa naa naa.
Berdua menikmati vodka di surga.

Sedang aku masih berkeliaran.
Berlarian menikmati pepohonan tinggi-tinggi.
Sayang, daunnya mudah sekali tersapu angin yang kurang kerjaan.
 Tetapi, berkah daun itu adalah keindahan.
Berserakan nun rapi.
Sketsa alam yang tak direka-reka.
Pun kata-kata yang mengintip dibaliknya.
Nuansa kejujuran dan keindahan yang senada.

Hari ini, di espisode ini.
Kulekat mata pada satu bingkai kotak.
Sunggingan senyumnya menggoda.
Rupanya menawan, aku rela ditawan asalkan dia tinggalkan bingkai kotak itu.

Ayu namanya.
Atau Sandtya namanya.
Atau juga Hesti namanya.
Mungkin juga Fitri yang mau ikutan.

Di episode ini, kami bercengkrama.
Yaa biarlah meski aku saja yang buka mulut.
Kami santai sekali menikmati malam.
Tak peduli sejuta setan yang mengintai.
Kami terlampau santai.

WS Rendra bilang pada Episode-nya.
“Mengapa sebuah kancing bajumu lepas terbuka”
Dan berlalu.
Ada asmara yang terjalin setelah aku, Ayu, Sandtya, Hesti dan Fitri mendengar itu.
Aku bilang, ini taman lain.
Keempat bidadari dunia itu tersenyum mengangguk sok mengerti.
Sedang aku berlagak lugu, senyum gantengku kutebar juga.
Bertambah merona lah langit dan peliharaannya, bulan.

Aku bertingkah manja.
Sengaja kubuka bajuku. Tahu dingin menggerayangi tulang.
Dari sikap liar mana, aku dituntun menuju kursi panjang berwarna putih.
Kepalaku dipangku di atas paha. Tangannya memaksa mataku terkatup.
Membiarkan aku dibelai-belai.

Lalu. Lalu. 
Demikian lah kami tak berusaha menyelesaikannya.
“Episode malam ini adalah kereta yang lekas berangkat. Pulang lah.”
Ayu kembali. Fitri melangkah kaki. Hesti berpaling muka.
Sandtya tertunduk lesu.


2012. September

Monday 18 November 2013

Wewangian Kembang



Aku adalah hembusan dari wewangian kembang
Yang menggerayangi kelam senjamu
Juga yang melumurimu dengan belaian pelan

Aku adalah hembusan dari wewangian kembang
Yang memelukmu dari luka yang kau pendam
Juga dari sikapmu yang kian terdiam

Aku adalah hembusan dari wewangian kembang
Yang menelanjangi dirimu saat pekat malam
Juga yang menyetubuhi dirimu dengan kasih sayang

Aku adalah hembusan dari wewangian kembang
Yang datang padamu saat kau pikir aku telah hilang
Juga saat kau pikir aku telah bermain bersama si jalang

Aku adalah hembusan dari wewangian kembang
Yang menyerbak dalam suka dan duka
Yang tumbuh dari dalam jiwamu.

Malang, 2013

 - AAA -