Wednesday 27 November 2013

Kembali



Foto diunggah dari Google


Aqsha Al Akbar

“Bu, aku terlambat pulang. Pekan ini batal.”
“Tapi, Ibu sudah siapkan semua makanan kesukaan.”
“Sudah, Bu, berikan saja pada anak tetangga. Atau mereka di bawah kolong jembatan.”
“Yasudah.”


****
“Jadi kau pulang, Nak?”
“Belum dapat kabar dari mereka, Bu.”
“Kenapa begitu?”
“Aku pun juga bingung, Bu. Bapak sehat?”
“Sehat. Alhamdulillah. Pun begitu adikmu.”
“Aku sayang mereka, Ibu sampaikan ya.”
****
“Ibu sedang sakit, Anakku. Tanya kabarmu terus.”
“Aku janji akan segera pulang, Pak. Aku janji.”
****
“Bagaimana kabar Ibu, Pak?”
“Sudah mulai membaik. Tapi, tekanan darahnya tinggi sekali. Stres mungkin.”
“Hibur Ibu, Pak. Ceritakan yang baik-baik, yang membuat Ia senang.”
“Kami lakukan itu terus, Nak.”
“Sudah dulu, Pak. Cintaku beserta kalian.”
****
“Nak, sehat kau anakku?”
“…….(Turn it off!)”
****
Kami semua resah dengan kabarmu. Kau tidak pernah jelas menceritakan keadaanmu. Ibu semakin sakit sekarang ini. Dokter bilang mulai terserang stroke. Dia merindukanmu. Aku dan adikmu yang lain juga merindukan kamu. Bapak terus menerus berdoa. Agar kau selamat. Agar kau tetap sehat. Aku sendiri selalu cemas melihat kabar di televisi. Semakin hari semakin kacau kondisinya. Kau jangan lupa makan. Telepon aku bila sempat.”
****
Kondisi terkini dari para TKI masih belum jelas. Kedutaan Besar RI juga belum dapat memberi konfirmasi yang pasti terkait kasus yang menimpa TKI di sini. Sementara otoritas setempat mengatakan, sebagian dari para TKI akan segera di eksekusi dan sebagian lainnya akan segera di ekstradisi. Masyarakat non TKI masih terus melakukan upaya-upaya pembebasan terhadap TKI, mengingat bukti yang disertakan masih minim. Namun begitu, upaya desakan non otoritas akan sulit, jika tidak melibatkan kekuatan negosiasi dari para duta besar yang berada di sini. Demikian lap….
****
“Ini adalah surat penuh kasih sayang untuk kalian semua, Bapak, Ibu dan dua adikku terscinta. Aku terlampau memikirkan apa yang harus aku pikirkan untuk menyelamatkan sesuatu yang berharga dari hidupku, hidupku untuk untuk hidup kalian. Andai aku mampu memilih sesuatu yang benar di antara beribu kesalahan, aku akan memilih kesalahan yang paling kecil, agar aku mampu Memberikan pengampunan atas diri ini. Tetapi, ternyata takdir menyuruh aku memilih kesalahan diantara ribuan kebenaran yang selalu aju perjuangkan. Pada titik itu, aku rasa sang Raja tidak akan mampu mengelak, begitu pun aku. Aku tidak dapat menolak takdirku.

Keluagaku tersayang, mungkin selama ini kalian bertanya, dimana aku dan bagaimana keadaanku. Aku tak pernah mampu memberi jawaban yang menenangkan, aku tahu akan hal itu. Karena itu aku tak mau memberi kabar yang pasti mengenai diriku. Tapi, ketahuilah, aku akan selalu berusaha memberikan kata-kata dan kalimat yang sama seperti ketika kalian melepasku di bandara. Aku tak ingin berubah manakala aku bertemu budaya dan suasana yang berbeda, termasuk keadaan saat sekarang atau belakangan ini.

Bahwasannya aku selalu dalam keadaan baik. Aku akan selalu berusaha berkeadaan baik. Meskipun aku mengetahui, sungguh sulit mencari detil kecil dari keadaan baik itu dalam diriku. Akhirnya aku pun harus mengungkapkan apa yang tersembunyi. Aku hanya terpaksa melakukan sesuatu yang bagi dunia adalah hal yang keji. Namun, aku juga lelah diborgol dalam kebengisan mereka yang tak sudi menghargai harkat dan martabat diriku. Kita diajarkan baik dalam lingkungan dan agama untuk menjaga etika dan moral dalam budi pekerti yang hakiki. Aku mencoba menanam itu dalam-dalam. Aku mencoba alunkan nafas moral itu dalam irama kehidupan yang aku jalani. Aku berharap aku tak tersesat dalam hal yang salah, seperti memetik kesalahan dalam kebenaran. Karena sejatinya aku ingin bersikap sempurna dalam ketidaksempurnaanku.

Atas masalah yang menimpaku, keluargaku yang kubanggakan, Aku bersumpah atas nama kebenaran bahwa aku hanya terpaksa. Aku sama sekali tidak berniat membunuh majikanku itu. Ia mengancam kehidupanku, merenggut kehormatanku, menikam harapanku dan harapan keluarga kita serta membunuh api kebenaran yang selama ini aku, dan kita kobarkan. Hanya sesederhana aku untuk menjaga harkat dan martabat. Polisi disini menilai aku bersalah karena membunuh. Aku tak menyangsikan fakta itu. Aku benarkan dan aku mengakui kesalahanku. Sekarang, aku hanya menunggu proses KEADILAN atas diriku. Aku berharap, Tuhan ‘menyetujui’ perbuatanku itu. Meski aku selalu tahu, akan ada satu kesalahan mutlak di antara sejuta kebenaran yang kuangkat. Biarlah Tuhan menilai dan memutuskan atas ‘persetujuan’ yang aku buat bersamaNya. Aku tahu, jalanNya tak pernah salah.

Bapak, Ibu dan dua adikku tercinta, Aku telah meminta maaf pada mereka yang menjadi korban atas kesalahanku. Namun, sama seperti halnya aku yang sulit memaafkan ketika satu diantara mereka merenggut mahkotaku, aku masih berusaha memaklumi dan menerima. Saat ini, semua keputusan atas tindakanku telah diamanatkan Pengadilan untuk suatu KEADILAN bagiku. Disini lah, disini lah aku akan menemukan suatu eksekusi dari suatu Kerajaan. Aku pasrah diri beserta hati yang menerima. Aku siap atas KEADILAN itu.

Bapak, Ibu dan dua adikku, kali ini kepulanganku tidak akan terlambat atau pun tertunda lagi. Aku segera menuju tanah dimana aku berpetualang merajut hidupku, merangkai senyum dan menampilkan tawa bersama kalian. Aku selalu bersyukur memiliki sebuah kisah yang dapat kukenang sebagai hadiah yang tak akan tergantikan oleh suatu apa pun. Maka, terima lah aku kembali seperti  kala senyum dan rintikan air mata harapan saat kalian di anjungan bandara bertahun yang lalu. Ini lah aku, sambut lah aku. Karena pada kalian lah, awal dan akhir aku bertumpu dan menuju. Untuk kalian edelweiss yang selalu mekar di hati, aku cinta kalian.”

--------------------------------
Untuk TKI dan TKW yang berjuang atas hidupnya, hidup keluarganya hingga menemu dirinya atas diskriminasi yang tiada konklusi. Tulisan sederhana ini kupersembahkan untuk kalian beserta keluarga.

1 comment:

  1. Sudah menjadi kisah biasa, ketika pahlawan devisa pulang dengan berita pilu. Ah, pantaslah mereka lebih senang bercerita tentang kehebatan negara tempatnya bekerja, daripada negeri kelahirannya. Tidak pernah ada keadilan di negeri ini, Bung! Ayo, Kawan! katakan pada mereka, kita tidak akan mundur.

    ReplyDelete

Silahkan komen yaa