Aqsha Al Akbar
Kata-kata apa yang dapat kukatakan
nanti pada anak dan cucuku?
Hilangnya fondasi melibatkan caci.
Sikap apa yang dapat kutunjukkan nanti
pada cucu dan cicitku?
Hilangnya budi dan moral, mendegradasi
impian suci.
Renta dan gelisah aku mendikte
keluguan batin.
Perlahan kucurahkan desakan terakhir
menuju harapan.
Ini bangsa semakin tercabik, diguncang
jutaan sabda yang menyeret luka.
Pada apa
sesungguhnya aku berkata, seandainya kupunya rangkaian cinta?
Dogma dan
paradigma dikikis habis, dari pedang fundamentalis.
Pembenaran
hanya alat menentukan kebenaran.
Fatwanya
membelenggu kasidah kehidupan.
Dan keresahan
hanyalah sebagian dari tembang yang sumbang.
Benarkah ini drama
yang disusun dari barisan ayat?
Yang dipuja
dan disematkan dalam cerita tentang pembunuhan?
Masih, aku
renta dan gelisah mendikte plot yang tersaji ditengah bangsa ini.
Dan klimaks
hanya milik kebengisan semata.
Sudah, sudah
aku berbicara dalam nuansa makian.
Mencoba
membakar naskah yang berpeluh darah.
Tapi, aku
tergerus dalam arus tak bermuara.
Hanyut beserta
kata dan harapan.
Aku malu, aku
sedih, aku terus renta dan gelisah melihat mereka,
Mereka yang
turut bisu dan tuli,
Mereka yang
mendengar kala bicara, mereka yang berbicara kala mendengar.
Mereka yang
hanya bisa sujud ketika satu pada angkuh.
Oh rakyat,
rakyat yang ini dan itu,
Rakyat teriak
dalam diam,
Rakyat
menangis dalam sendu,
Rakyat yang
renta dan gelisah menunggu kebijaksanaan waktu.
Berakhir
hilang tergulung debu.
Oh rakyat,
rakyat yang banyak dan yang sedikit,
Rakyat yang
membunuh kesesatan.
Rakyat yang
menantang kebiadaban.
Terpecah dalam
ruang dan berangkulan pada nisan.
Sekali lagi,
aku renta dan gelisah mendikte kemarahan.
Tersesat dalam
labirin kebencian.
Terombang
ambing dalam candu fanatisme.
Hingga
terbunuh pada konklusi renta dan kegelisahanku.
No comments:
Post a Comment
Silahkan komen yaa