Thursday 27 February 2014

Apakah Boleh Non-Muslim Masuk ke dalam Masjid?

Ilustrasi: Masjid Al-Aqsha
Saya memiliki seorang teman yang cukup dekat. Ia beragama Katholik. Saya sering berbincang dengan dia perihal agama kami masing-masing. Karena saya beragama Islam, jadilah kami berdua membicarakan antara Islam dan Katholik. Bukan sebagai perbandingan, apalagi sebagai perdebatan yang berujung pada permusuhan. Kami sekedar berbagi. Lama-lama saya lihat ia menunjukkan ketertarikan terhadap Islam. Dari sekedar berbagi, kini ia lebih sering bertanya tentang Islam ketimbang berbagi pengetahuan atau pengalaman tentang masing-masing agama. Kebanyakan dari pertanyaan dia masih bisa saya jawab. Karena memang, pertanyaan masih seputar dasar-dasar Islam yang sudah saya pelajari, seperti pelaksanaan shalat, puasa, sedekah dan perihal makanan/minuman.

Sampai pada suatu ketika, ia bertanya sesuatu yang tidak bisa saya jawab pada saat itu. Ia bertanya.

“Sha, boleh tidak orang non-Muslim memasuki masjid?” 

Saya menjadi berpikir tentang hal ini. Mengingat saya bukan seorang ustadz atau ulama, saya tidak berani menjawab sembarangan. Tentu saja beban dari jawaban yang salah akan menyebabkan kesalahpahaman. Lalu, saya katakan padanya, “untuk pertanyaan ini aku belum tahu pasti. Meskipun sering aku lihat papan pengumuman di beberapa masjid melarang orang non-Muslim memasuki masjid.”

Rasa penasaran saya muncul. Apakah boleh orang non-Muslim memasuki masjid? Akhirnya, saya memutuskan membaca banyak artikel mengenai ini. Sengaja saya membaca banyak artikel, ini penting untuk penegasan jawaban atas ketidaktahuan saya. Rata-rata artikel yang saya baca menyebutkan jawaban yang hampir sama; Para ulama masih berdebat mengenai masalah ini. Dari tulisan artikel yang saya baca, dapat saya simpulkan begini:

Mazhab Al-Hanafiyah

Mazhab ini mengatakan seorang kafir zimmi dibolehkan masuk ke dalam masjid, termasuk masjidil Haram di Mekkah atau Masjid An-Nabawi di Madinah. 

Hal ini didasari pada praktek yang dilakukan oleh Rasulullah SAW saat menerima para utusan dari Bani Tsaqif. Saat itu, Rasulullah menerima para utusan tersebut di masjid. Padahal diketahui dengan jelas, bahwa para utusan tersebut merupakan golongan kafir dan bukan muslim. Mengenai hal ini Nabi Muhammad SAW bersabda:

إِنَّهُ لَيْسَ عَلَى الأْرْضِ مِنْ أَنْجَاسِ النَّاسِ شَيْءٌ إِنَّمَا أَنْجَاسُ النَّاسِ عَلَى أَنْفُسِهِمْ 

Tidak ada di atas bumi ini bekas najis manusia, sesungguhnya najis manusi itu adanya di dalam diri mereka sendiri. (HR. Bukhari dalam Syarah Ma’ani Al-Atsar)

Pendapat dari mazhab Al-Hanafiyah justru sangat bertolak belakang dengan pendapat mazhab Al-Malikiyah. 

Mazhab Al-Malikiyah

Pendapat mazhab Al-Hanafiyah yang memberikan kebebasan mutlak bagi non-muslim untuk masuk ke dalam masjid, ditentang oleh mazhab Al-Malikiyah. Mazhab ini mengatakan,; selama tidak diizinkan oleh orang muslim atau pengurus masjid, maka kaum non-muslim (termasuk golongan kafir zimmi) dilarang masuk ke dalam masjid.

Adapun hal yang menyebabkan kafir zimmi tersebut dapat memasuki masjid sesuai izin hanya untuk kegiatan yang mendesak, seperti membangun atau merenovasi masjid. Pendapat dari mazhab Al-Malikiyah ini sama dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ash-Shawi, dalam Hasyiyah as-Shawi. Ia mengatakan, hukumnya adalah haram bagi non-muslim (kafir zimmi) untuk memasuki masjid, kecuali dalam keadaan darurat. Contohnya sama seperti di atas. Hanya saja, perlu diperhatikan, apakah dalam melakukan pembangunan/renovasi masjid tidak ada orang lain selain kafir zimmi? Jika tidak ada, maka hukumnya dibolehkan (dengan izin).

Mazhab Al-Syafi’iyah

Imam An-Nawawi dan Al-Imam Ar-Rafi’i yang mewakili mazhab Asy-Syafi’iyah menegaskan bahwa seorang kafir zimmi yang mendapatkan izin dari umat Islam untuk masuk ke dalam masjid, maka hukumnya boleh. Tidak jauh berbeda dengan pendapat dari mazhab dengan dua mazhab di atas. Mazhab Al-Syafi'iyah berpendapat bahwa diizinkannya non-muslim masuk masjid tidak berlaku untuk masjidil Haram yang berada di Mekkah.

Lalu bagaimana dengan mazhab Hanbali? Sebagian mazhab Hanbali juga sependapat dengan pandangan ini. Ibn Qudamah, dalam kitabnya, Al-Mughni, berpendapat, “Adapun masjid di Tanah Halal, mereka tidak boleh memasukinya, kecuali dengan izin kaum Muslim..Jika mereka diizinkan untuk memasukinya maka menurut mazhab yang sahih dibolehkan. Sebab, Nabi saw. pernah didatangi delegasi penduduk Thaif (Bani Tsaqif). Baginda pun mempersilahkan mereka singgah di masjid, sebelum mereka masuk Islam.”

Dalam paparan pendapat ulama yang mewakili mazhab tertentu, dapat kita ketahui mengenai hukum ‘boleh/tidaknya non-muslim memasuki masjid’. Sebagai agama yang membawa keselamatan untuk manusia, Islam mengenal jalan dakwah untuk mengajak non-muslim menjadi bagian dari agama Islam. Tentu, sikap eksklusif dan menutup diri dari kalangan non-muslim tidak sepenuhnya dibenarkan. Penting bagi muslim untuk menunjukkan cahaya Islam pada semua orang. Dalam hal boleh/tidaknya mereka masuk ke masjid, kita hendaknya juga patut mengetahui, saat Baginda Nabi Muhammad SAW menjadi pemimpin, masjid tidak hanya digunakan untuk beribadah saja, namun juga untuk kegiatan pemerintahan, administrasi dan politik. 

Membuka ruang bagi kaum non-muslim untuk mengenal lebih dekat tentang Islam dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk membuka pintu masjid kepadanya. Tetapi, perlu diingat, tetap ada tujuan dan sikap tunduk pada aturan bagi mereka ketika berada di dalam masjid. Misalnya, untuk mendengar ceramah, belajar dan kegiatan dakwah lainnya. Hal ini tentu berlaku pula tentang kesopanannya di dalam masjid. Seperti mengenakan pakaian yang sopan, menutup aurat dan tidak mengganggu ketertiban (untuk memuliakan masjid-Nya).

Lalu bagaimana dengan sikap saya? Terus terang, saya perlu belajar lebih banyak lagi tentang Islam. Tetapi, dari paparan di atas, sekiranya saya sepakat dengan mazhab Al-Hanafiyah. Hanya saja, saya menitikberatkan pada tujuan yang benar tentang alasan non-muslim memasuki masjid. Saya tidak eksklusif mengenai keyakinan yang saya imani. Saya justru terbuka bagi mereka non-muslim, khususnya golongan kafir zimmi. Bagi saya, Islam adalah agama pembawa selamat dan penuh kasih sayang bagi sesama manusia, juga alam. Menutup diri justru akan menjauhkan ajaran Islam bagi mereka yang belum tercerahkan. 

Akhirnya, saya bukanlah sebagai ustad, ulama atau ahli fiqih. Saya hanya pembelajar yang masih begitu lemah pengetahuannya. Tulisan ini semata-mata wadah bagi saya untuk mencari jawaban yang benar melalui diskusi yang sehat. Jika terdapat kesalahan dalam pemaparan, kritikan dan saran sangat berarti dalam penyempurnaannya. Salam. (Dari berbagai sumber)

Wallahu a'lam bish-showab. Wabillahi at-taufiq.

Malang, 28 Februari 2014
 Aqsha Al Akbar

5 comments:

  1. wah, info yang sangat bermanfaat. TFS ya udah berbagi

    ReplyDelete
  2. TFS .. jd dapat ilmu lagi...selama ini sering ditanyain tp slalu blank harus jawab apa :D

    ReplyDelete
  3. Sedikit berbagi, sy pernah dengar cerita bahwa rasul pernah mengizinkan umat non muslim beribadah di masjid, karena pd saat itu rumah ibadah mereka tdk bisa digunakan, entah karena apa sy lupa.

    ReplyDelete
  4. Sedikit berbagi, sy pernah dengar cerita bahwa rasul pernah mengizinkan umat non muslim beribadah di masjid, karena pd saat itu rumah ibadah mereka tdk bisa digunakan, entah karena apa sy lupa.

    ReplyDelete

Silahkan komen yaa