Pagi
dini hari aku terbangun dari tidur. Setelah tidur seharian karena kelelahan
sejak kemarin. Saat itu pukul 2.30 pagi. Kebiasaanku saat bangun tidur adalah
mengecek BB, karena memang aku tidur kayak orang mati, khawatir saja kalau ada
yang menghubungi. Cukup kaget melihat pesan yang masuk, pertama dari Angga yang
menanyakan kabarku di sini.
“@Aqsha_AA
bagaimana kondisi anda di sana?”
Tidak
segera aku balas. Palingan cuma sekedar sapa. Kemudian cek pesan bbm, dari adikku
mengirim pesan begini.
“Di
kos abang kena hujan abu?” Aku bingung maksudnya. Karena memang aku masih
kurang begitu sadar. Reflek aku lihat timeline di twitter, isinya sudah penuh
dengan berita Gunung Kelud meletus. Aku tahu, memang Gunung Kelud ada di dekat
Malang. Yang membuat khawatir, kota Batu yang jaraknya hanya 13 menit dari
kosku (karena letak kosku agak ke pinggir mengarah ke kota Batu) sudah diguyur
hujan abu.
Alhamdulillah
sejak berita itu, dari wilayah Sengkaling ke bagian timur kota malang, hujan
abu vulkanik tidak turun. Namun yang membuat aku tidak nyaman sebenarnya bukan tentang
meletusnya Gunung Kelud. Tapi sesuatu dari dalam perutku sangat sakit. Betul-betul
sakit.
Bahkan
saat berjalan saja luar biasa sakitnya. Terlebih saat aku sedang sholat Jumat
kemarin, alih-alih hendak fokus beribadah, aku malah menahan sakit. Terlebih saat
bangkit berdiri setelah sujud. Perut bagian kanan-kiri bawah terasa nyeri. Karena
aku pikir ini cuma masuk angin atau maag, aku minum promag dan kuoleskan perutku
dengan minyak kayu putih (minyak yang paling tidak aku suka). Seharian sampai
malamnya, aku tidak merasa baikan.
Keadaannya
justru sebaliknya, perutku bertambah sakit. Rasa-rasanya berjalan saja memang
tidak bisa. Mirip seperti bocah yang baru selesai disunat atau wanita yang
sedang hamil. Alhasil, aku hanya bisa berbaring lemah di atas kasur. Temanku Galang
yang melihat itu menjadi khawatir, dia bilang mungkin ada masalah ginjal. Karena
dia sempat mengalami masalah ginjal yang terdapat kristal kecil dalam perutnya.
Mirip dengan sakit yang ada pada bagian perutku. Aku masih tidak percaya, namun
mau juga minum obat yang terbuat dari kelapa (minyak kelapa) kalau tidak salah.
Tapi, tidak ada hasil. Sakit itu tetap ada.
Keesokan
pagi, aku sudah tidak kuat lagi. Kuhubungi adikku untuk jemput dan membawa aku ke
dokter. Dengan langkah kaki yang teramat pelan dan kesusahan, kali ini lebih
mirip seorang kakek-kakek tua yang bongkok, aku berjalan menuju ruang
pemeriksaan dokter umum.
“Silahkan
berbaring dulu,” ucap pak dokter yang menerimaku.
“Saudara
Aqsha, ya?” Tanyanya memastikan sambil membaca dokumen pendaftaranku. Aku mengangguk.
Lalu dia bertanya apa keluhanku.
“Perut
saya sakit di bagian bawah ini, Dok,” ucapku meringgis.
“Bagian
mana saja? Kanan bawah perut ini? Seperti apa sakitnya?” Ia mengecek sambil
memencet-mencet posisi perutku yang nyeri.
“Rasanya
kayak apa ya? Bingung bilangnya. Tapi, pokoknya nyeri. Bukan kayak mules atau
masuk angin. Bukan di perut bawah kanan saja dok, tapi bagian kiri bawah juga. Sakitnya
pun menjalar sampai ke pinggang belakang. Iya, pinggang kiri kanan belakang,”
keluhku padanya.
Kulihat
air mukanya berubah. Kelihatan dokter itu sedang berpikir keras. Kemudian ditancapkan
stetoskop ke perutku.
“Sakit
di sini? Hmm.. Iya, di sini memang kontraksinya besar sekali. Ada makan apa
sebelumnya, pedas atau gimana?” Tanya pak dokter.
“Sebelum
tidur saya memang makan dua porsi nasi. Tidak terlalu pedas.” Lalu Ia
mengangguk dan mengajakku duduk di depan mejanya.
“Begini,
saya belum tahu itu apa. Tapi, kemungkinan karena kecapekan atau salah makan. Saya
akan kasih obat untuk menghilangi nyeri. Atau, mau cek darah dan urin dulu di
laboratorium? Biar ada gambaran mengenai penyakitnya.” Tanpa pikir panjang, aku
setuju atas usulannya.
Setelah
aku disuntik dan tes urin, setengah jam kemudian hasilnya keluar. Lalu dokter
tersebut menjelaskan padaku hasilnya.
“Ini
mas, kalau darah normal. Tapi, untuk urin, ada masalah. Ini Leukosit Urine nilainya positif (+) dari
normal yang negatif (-). Artinya ada kandungan darah dalam urin. Kemudian ini Eritrosit Sedimen nilainya 3-5 dari
normalnya negatif (-). Artinya mungkin terdapat infeksi pada kantung kemih , yaa...
mungkin terdapat batu ginjal. Lalu, ini terdapat bakteri sedimen berupa positif
(+) kokus,” jelasnya padaku.
Di
tengah ketakutan akan sakit pada ginjal, akhirnya diputuskan akan dilakukan
pemeriksaan lanjutan lima hari setelah pemeriksaan hari itu disertai
obat-obatan. Ya, aku diminta datang kembali untuk melakukan scanning USG.
Dalam
hati aku hanya bisa pasrah. Di usia muda begini, apa mungkin aku sudah memiliki
masalah serius pada ginjal? Hanya pada Allah aku berlindung. Menyerah? Never! Aku
tetap akan beraktivitas. Semangatku sedang tinggi, hal ini tentu bukan alasan
untuk menjadi penghalang bagiku meraih sukses.
Allah selalu tahu kebaikan untuk umatNya.
Malang, 17 Februari 2014
Aqsha Al Akbar
pasrahkan semuanya pada Allah, dialah pemilik segalanya
ReplyDeleteSalam kenal, mas Joe.
DeleteInsya Allah mas.
jadi inget sama tetanggaku mas..sebaiknya dimulai dg sering minum air putih dan menyingkirkan minuman berwarna..cpt sembuh ya mas!
ReplyDeleteMakasi saran dan doanya bu. Semoga Ibu sehat selalu.
Delete