Pertama,
saya sedang bingung mau menulis apa. Karena memang otak saya sedang bermain
dengan otak-otak yang lain. Bagi saya, biarlah toh dia berhak menikmati
kehidupannya. Eh, tapi sebenarnya otak saya sering bermalas-malasan. Jarang sekali
mau bekerja dan hidup selayaknya otak-otak pada umumnya.
Oh
saya lupa, hari ini memang hari besar otak. Seingat saya hari lahir otak yang
dirayakan secara nasional oleh penduduk otak. Ada si sel, ada si apa namanya
saya tidak tahu dan mereka sedang bersantai di pantai laut merah (baca saja
darah yang mengalir).
Sebenarnya
saya sedang menulis novel. Mungkin kali ini yang benar-benar serius. Setelah sebelumnya
tidak pernah tekun dalam pengerjaannya. Hingga terbengkalai. Lalu saat mau
melanjutkan, saya pikir, ‘ini novel jelek
banget’ dan segera dengan kejam saya hapus. Padahal sudah masuk bab 3-4. Iya
jelek. Dan, yaa begitulah.
Pembaca
yang budiman....
Tunggu!
Saya
hampir-hampir tidak memiliki pembaca yang ada di blog ini. Okelah, tidak ada
masalah. Meski secara ‘resminya’ saya memiliki dua pengikut (itu juga teman),
saya tetap menulis di blog ini. Barangkali dibaca sama Pak Karno dari liang
kubur atau juga mas Pramoedya dari balik tirai panggung Nobel. Ah sudah,
kebanyakan memang pembaca hantu. Haha.
Saya
menulis ini berdasarkan satu alasan, karena saya kebingungan meneruskan novel
saya. Padahal sebelumnya saya sudah menargetkan sehari menulis 15 halaman atau
paling tidak 1 bab. Tapi, otak saya lagi libur. Mereka beraninya meliburkan
diri. Oh tidak, mereka berhak meliburkan diri. Tapi, tenang, saya punya tim
kepresidenan dalam tubuh kerempeng saya.
Ada
sebuah sistem untuk menyuruh otak kembali pulang dari pesta nasional tahunan
itu. Saya beserta jajaran menteri tubuh sepakat untuk membikin keadaan negara
seolah-olah sedang kacau. Katakanlah ada ancaman dari negara tetangga yang akan
menyerang negeri. Negara ini sudah siap menyerang dengan senjata andalan,
seperti: rasa lapar, rasa capek dan rasa marah. Jadi untuk melindungi warga
otak-otak, saya perintahkan mereka semua untuk masuk ke dalam rumah dan
berlakulah jam malam.
Padahal cuma tipu-tipu.
Ternyata
warga otak-otak ini lari ketakutan. Melihat tank-tank dan para serdadu tentara
di setiap sudut kota otak dan dipenuhi berbagai macam pernak-pernik militer
(emang ada pernak-pernik militer? Anggap saja ada).
Nah,
yang perlu diketahui, warga otak-otak ini ternyata ketakutan sekali dengan yang
namanya rasa lapar, rasa capek dan rasa marah. Karena kestabilan hidup mereka
dapat terganggu. Sebagai pemimpin negara yang bertanggung jawab, saya yang juga
sebagai sutradara ini, melindungi warga negara otak-otak berupa makanan yang
bernutrisi. Lalu saya minta mereka semua untuk tetap kembali beraktivitas
seperti sedia kala, dengan perlindungan negara tentunya. Hah, saya kok yang
ngatur.
Tapi,
masalah membangkitkan tulisan bukan itu saja. Di samping berpura-pura ada
kekacauan dan memaksa otak kembali beraktivitas, ada masalah baru; warga otak
kiri yang ingin merasa ekslusif dari otak kanan.
Kaum
otak kiri beranggapan, mereka adalah kaum intelektual dan tahu segala macam
kaedah serta mengatasi keadaan. Mereka menganggap kaum otak kanan hanyalah kaum
yang susah diatur. Pusing juga saya. Karena toh dalam negara bagian otak ini
(saya lupa bilang, kalau otak merupakan negara bagian saya-red) harus seimbang
antara keduanya. Perihal dua kaum yang berbeda ini harus diselesaikan. Mereka harusnya
sadar bahwa otak kanan dan otak kiri adalah satu kesatuan.
Akhirnya,
demi terwujudnya program yang termaktub dalam visi dan misi saya saat kampanye
presiden yang tujuan utamanya adalah negara sehat dengan tulis-menulis, saya
kemukakan gagasan. Ini juga masukan yang saya terima dari negara tetangga yang
baik. Gagasannya adalah:
“Saat melaksanakan program tulis
menulis, biarkan otak kanan yang bekerja dulu. Biarkan mereka selesai dan
berpuas diri. Lalu, kaum otak kiri mulai bekerja untuk menganalisa dan
membenahi kalau-kalau ada kesalahan dalam kerja otak kanan tadi”.
Dan
ternyata, gagasan saya ini (gagasan pinjaman) disambut baik oleh kedua kaum. Apalagi
saya memberi insentif bagi pihak-pihak yang telah selesai bekerja berupa
lagu-lagu favorit dari setiap kaum. Harapan saya, program ‘Negara Sehat dengan
Menulis’ dapat terlaksana.
Demikianlah
pembaca yang budiman.
Semoga
saya gila dalam konteks yang antonim. Heh!?
Ini tulisan bukan?
Ini tulisan bukan?
Malang, 20 Februari 2014
Aqsha Al Akbar
ini tulisan mas ..jelas banget..dan melihat gayanya, Anda tuh berbakat nulis novel ..idenya aja bagus, keren..asal diteruskan dg serius dan konsisten! ayo..semangat! dibuat serial di blog jg ok!
ReplyDeleteWaduh bu. ini tulisan iseng-iseng pas lagi buntu. Tapi, makasih banget dorongannya, bu. Insya Allah saya sedang serius menggarap novel. Ada sedikit 'battle' dengan penulis lain. Hehehe..
Delete