Hari belakangan ini menjadi sangat ironi bagiku. Sebuah tiket perjalanan sudah kusimpan, berangkat tinggal menunggu waktu. Hanya satu pikiran yang sengaja kubiarkan tetap menggantung, pikiran untuk hidup. Kujadikan sebagai yang paling sakral dalam hitungan menuju hari keberangkatan itu. Ironi, iya, yang membuat semua menjadi ironi adalah bahwa aku tak sadar tengah berpikir dalam imaji yang hampa. Untuk sekadar menjiplaknya pada realita saja terkesan ada pemaksaan. Bangsat!