Aku pulang,
Ma.
Setelah lama,
aku membidik harapan.
Tak ketemu,
Ma.
Maa, jangan
marah.
Aku pulang.
Aku tak tahu
bis mana yang kan kutumpangi lagi, Ma.
Aku lelah
menempuh jalan.
Aku tahu
dikejar bayang-bayangmu, Ma.
Maafkan lah,
Ma.
Aku pulang.
Ma, sambut lah
aku.
Meski tak
sedikit dari itu yang dapat kuisi di ranselku.
Meski malu,
Ma.
Malu pada
tetangga kita, Ma.
Aku telah
pulang, Ma. Bagaimana lagi?
Bukan aku
menyerah, Ma.
Aku telah
bertemu semangat Bung Karno.
Aku juga telah
berbaris di barisan Pangeran Diponegoro.
Aku pun telah
memanjat huruf-huruf si Chairil.
Bahkan aku
telah memimpin diriku, Ma.
Tapi, aku
dicegat, Ma.
Mereka tak
suka kehadiranku, Ma.
Mereka bilang
aku tak layak hidup, Ma.
Aku tak takut,
Ma.
Tapi, senjata macam
mana yang dapat meruntuhkan ironi politik, Ma?
Kemana-mana
dibuntuti, Ma.
Kemana-mana
ditodong perasaan was-was.
Aku pulang,
Ma.
Aku hanya
lelah.
Aqsha Al Akbar
No comments:
Post a Comment
Silahkan komen yaa