Monday, 31 March 2014

Nulis Tentang Pemilu Saja Yaa

Salam. 

Sudah lama aku cukup vakum nulis. Ya, memasuki pertengahan bulan maret ini, aku agak sedikit hilang mood pas nulis. Padahal ada deadline yang harus dikejar. Diantaranya dengan lomba-lomba yang memang khusus untuk bulan Maret ini. Dan semuanya tidak aku ikuti. Hayyah.. Sedang penggarapan novel untuk bulan Mei juga belum lagi 50%. Kewajiban nulis “ngebut” kayaknya jadi nih untuk bulan April. Duh makjang...

Untuk menyerahkan naskah kumpulan cerpen saja masih terkendala. Awalnya, penyerahan naskah ini pada awal Maret. Namun, karena masih butuh revisi dan kurang 1 cerpen, ya terpaksa harus bersabar dulu. Aku juga tidak mau buru-buru demi hasil (yang harapannya) terbaik.

Untuk sekarang saja, aku juga bingung mau menulis apa. Karena efek lama gak menulis, biarpun seminggu tetap saja terasa. Selain “gugup” dan cenderung “stuck” saat mau menulis, efek yang parah adalah timbulnya rasa malas berkelanjutan. No, no, no! Jelas tidak boleh terjadi. Apalagi buat aku yang memang sudah memutuskan jalan di dunia literasi kepenulisan. Belajar dulu sih. Hehehe.

Begini, demi menghapus rasa malas dalam menulis, kali ini kutulis sajalah apa yang bisa ditulis. Kasihan blog sudah jarang diapelin sama tulisan. Hehehe. Nah, berhubung waktu pemilu sudah dekat, maka aku akan bahas tentang pemilu. Lebih khususnya membahas tentang mekanisme pencoblosan bagi pemilih yang berada di luar daerah domisilinya. 


Secara administratif, aku terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT) wilayah Aceh Utara, tepatnya di desa Paloh Gadeng kecamatan Dewantara. Sedangkan saat ini, aku berada di luar Aceh, tepatnya di Malang, Jawa Timur. Tentu akan sangat repot kalau harus mencoblos (walau mungkin tetap golput) di Aceh. Menanggapi masalah ini, KPU dan KPUD sudah memberi solusi. Seperti yang banyak diberitakan di media massa dan media parpol peserta pemilu, pemilih yang berada di luar domisili tetap bisa mengikuti pemilu di daerah/tempat ia berada saat pemilu berlangsung. Artinya, meskipun secara ketentuan lazimnya harus memilih di Aceh, lewat solusi dari KPU/KPUD, aku bisa mencoblos dari Malang. Bagaimana caranya? Tidak sulit kok.

Pertama, cukup datang ke kantor KPUD di tempat kita berada. Namun, perlu diingat, kalau tempat tinggal sementara kita berada di area kabupaten, maka harus ke kantor KPUD Kabupaten. Demikian juga dengan wilayah kota, harus ke KPUD Kota. Jangan sampai salah tentang ini. Soalnya, aku sempat salah datang ke kantor KPUD-nya. Kalau salah, kita akan diminta pergi ke kantor yang secara administratif menangani daerah tempat tinggal kita. Tapi, untungnya kemarin aku bisa lobi petugas KPUD Kota Malang untuk ikut di TPS kota. Caranya, ya ikut domisili orang lain. Saat itu aku ikut domisili adikku. 

Kedua, persiapkan KTP dan KTM/Kartu Petunjuk lainnya (asli dan fotokopi). Untuk kelengkapan ini dibutuhkan masing-masing 1 lembar fotokopi-an. Tapi, sebelum menyerahkan fotokopi-annya, kita akan dimintai KTP dan KTM terlebih dahulu. Ini dimaksudkan untuk melihat apakah kita sudah terdaftar sebagai pemilih tetap atau belum. Jika sudah, maka kita menyerahkan fotokopi-an tersebut kepada petugas KPUD.

Ketiga, petugas KPUD akan menyerahkan dua lembar form A5 kepada kita. Pada form tersebut, kita diminta untuk menuliskan data diri dan alamat serta pernyataan bahwa kita akan mengikuti pemilu di daerah domisili sementara. Setelah selesai mengisi dan tanda tangan, satu lembar form tadi kita bawa dan satunya lagi disimpan oleh petugas KPUD. Nanti, akan ditelepon mengenai kelanjutannya. 

Keempat, tidak ada. Hahaha. Ya, cuma tiga tadi saja langkahnya untuk dapat mengikuti pemilu dari luar domisili tetap. Namun, dari pengalaman singkat mengurus pindah TPS ini, aku mendapat satu pemandangan menarik. Tanpa aku duga, semangat dan antusiasme masyarakat untuk mengikuti pemilu ini cukup besar. Hari saat aku mengurus saja (hari menjelang batas akhir) terlihat ramai oleh masyarakat. Dari info yang aku tanya kepada beberapa dari mereka dan petugas, dalam beberapa hari terakhir, KPUD Kota Malang memang dipenuhi oleh para pemilih non-domisili Malang. Yang bikin menarik bukan hanya itu, dari pemandangan yang aku lihat, kebanyakan dari mereka yang mengurus pemindahan TPS ini adalah kawula muda/mahasiswa. Cukup kaget sih, karena memang kebanyakan pemuda yang aku tahu cukup apatis untuk hal-hal politik demikian. Sikap mereka tersebut, setidaknya menjadi gambaran bahwa telah muncul kesadaran berpolitik dari kalangan muda Indonesia. 

Tetapi, yang paling penting ketimbang tumbuhnya rasa kesadaran untuk memilih (berpartisipasi politik), adalah menumbuhkan kesadaran politik dalam arti sebenarnya. Bukan lagi sekedar berpartisipasi menyemarakkan demokrasi berbasis angka dan voting saja. Karena yang demikian masih cukup lemah dan memprihatinkan. Memaknai demokrasi yang sesungguhnya tidak dapat diukur melalui coblos atau tidaknya diri kita, lebih dari itu, sadar politik ialah sadar akan problematika bangsa dan memiliki inisiasi aktif politik untuk merubahnya. Contoh paling kecil seperti mempelajari dan memberikan pendidikan politik secara kaffah lewat diskusi dan aksi.

Aku pribadi sejujurnya tidak begitu tertarik mengikuti pemilu tahun ini. Meski orang ramai membicarakan Jokowi The Next President dan lain sebagainya, bagiku pemilu bukanlah standar baku untuk menentukan apakah orang tersebut layak dikatakan sadar politik atau tidak. Akhirnya, rela dan maunya aku berlelah ria mencari alamat kantor KPUD di siang bolong demi bisa mencoblos, semata-mata aku lakukan untuk menghindari manipulasi suara yang tidak aku berikan (Golput). Aku tidak memiliki kecenderungan pada salah satu parpol atau calon. Yang jelas, aku akan datang ke TPS dan siap mencoret-coret gambar di atas kertas pemilih. Jauh lebih baik ketimbang suaraku yang golput dimanipulasi sedemikian rupa oleh oknum penjahat demokrasi. Dengan mencoret-coret pakai spidol, sudah cukup untuk melegalkan namaku sebagai pemilih yang ikut memilih. Hahaha.

Satu saran untuk calon pemilih. Dalam demokrasi butut ini, berikanlah suara kalian kepada calon yang paling rendah tingkat “evil”nya. Itu lebih baik daripada memilih setan yang benar-benar setan. Di pemilu kali ini, sosok yang tingkat “evil”nya paling rendah masih tetap ada kok. Bijaklah dalam mengikuti pemilu. 

Salam.

Malang, 31 Maret 2014
Aqsha Al Akbar

No comments:

Post a Comment

Silahkan komen yaa