Malam
minggu. Barangkali ini malam yang special bagi kebanyakan orang. Malam dimana
banyak orang menghabiskan waktu dengan cara-caranya sendiri. Ada yang sengaja
merancang malam minggu dengan bermadu kasih, ada yang sekedar nongkrong bersama
teman-teman, ada yang berkumpul bersama keluarga dan ada juga yang menganggap
malam minggu sama halnya seperti malam-malam lain.
Jaman
aku kecil, sebagai bagian dari ‘Generasi 90-an’ akhir, malam minggu berarti
malam yang bebas. Setelah sekolah di hari Sabtu yang hanya sampai setengah
hari, kegembiraan memuncak dimulai setelah lepas magrib. Banyak sekali
permainan yang aku dan teman-teman mainkan. Mulai dari main kejar-kejaran,
jongkok kriing, samberlang, pecah piring, engklek, lompat tali yang
disambung-sambungkan dengan karet, main ‘gebuk’ (dengan melempar bola tenis),
main patok lele, main sepeda-sepedaan dengan mencoret-coret aspal jalanan
dengan bata oranye hingga bermain petak umpet. Banyak sekali macam permainan
yang tersaji. Semuanya menyenangkan.
Memasuki
SMP, permainan malam minggu sedikit berubah, walau masih juga kental dengan
permainan saat SD. Namun saat jamanku, mulai dari kelas 1 SMP (sekitar tahun
2002) kebanyakan sudah mulai gagah-gagahan mengendarai sepeda motor. Aku sendiri
sampe minta orang tuaku beli motor, bukan buat aku, tapi memang saat itu
keluargaku cuma punya mobil, sehingga aku ingin punya motor. Terlebih hati
sudah sempat iri dengan tetangga sebelah, keluarga si Abah yang baru beli motor
baru. Akhirnya dibeli lah motor Honda Astrea Green warna hijau –iya lah warna
hijau- (sekarang mungkin sudah langka). Saat itu aku sedang jalan pulang
sekolah, melewati rumah bagian belakang rumahku, kulihat lah terparkir rapi
motor Astrea Green. Kupacu langkahku lebih cepat saking senangnya. Memasuki pekarangan
rumah, kudengar almarhumah Tante Iin bilang, “tuh ca, motor barunya uda datang”.
Segera lah aku lari ke dalam rumah, meminta ‘test running’. Aku sendiri sudah
bisa mengendarai motor sejak kelas 5 SD pakai motor kakek/atokku yang biasa
dititip di rumah.
Maka
mulai lah aku mengelilingi komplek dengan motor baru itu (motor bekas sih
sebenarnya). Kulihat teman-temanku sedang berjalan kaki dari sekolah menuju
rumah, maka dengan gaya yang banyak, aku klakson lah dia sambil satu alisku
mengangkat. Senyumku begitu lebar. Sengaja. Kutawari lah dia untuk numpang dan
aku antar ke rumahnya. Demikian seterusnya sampai teman-temanku yang lain minta
diajari naik motor oleh orang tuanya. Mulai lah bergeser perlahan kebiasaan
naik sepeda dengan gaya-gayaan dengan sepeda motor. Kalau sudah malam minggu
nih kadang-kadang, aku dan teman-temanku balapan liar. Yaa enggak se-liar kayak
yang di tv itu. Cuma iseng-iseng nyari penyakit saja. Alhamdulillah sih enggak
pernah kecelakaan. Wong kecepatannya saja paling cepat cuma 80 km/jam.
Kadang kala juga, saat SMP dulu aku menghabiskan waktu dengan mengikuti kegiatan di Masjid. Di Masjid komplekku, diadakan rutin acara I'tikaf yang memang dilakukan saat malam minggu. Aku sih senang-senang aja mengikuti ini. Mulai dari sholat Magrib dan diisi pengajian Al-Quran serta mendengarkan ceramah yang kemudian diikuti dengan nonton film rohani+musabaqah. Sedang saat sebelum Shubuh, kita dibangunkan untuk melaksanakan Sholat Tahajud. Hingga setelah Shubuh, kita dibekali sarapan Nasi Gurih yang enak.
Malam
minggu edisi SMA sudah cukup berbeda. Sudah jarang sekali memainkan permainan
seperti SD atau SMP. Aku memiliki banyak kenangan yang tidak terlupakan saat
SMA. Tidak terkecuali saat malam minggunya. Aku mulai pacaran saat kelas 1 SMA.
Ini lah pacaran perdanaku. Masuk semester dua, aku mulai mendekati kakak
kelasku yang berada di kelas 2. Inisialnya E. Sekarang dia sudah nikah. Malam mingguku
juga biasanya ngapel ke rumahnya. Pacaran di teras rumahnya, di atas kursi
hijau sambil memandang jalanan sepi yang terhampar di depannya. Aku ingat betul
saat seperti itu. Sedang untuk jalan-jalan, sering dilakukan saat siang hari
sepulang sekolah. Ah. Kalau malam minggu, biasanya kujemput dia dengan mobil. Mobil
ayahku, bukan punyaku. Hahaha. Ya cuma jalan-jalan keliling saja.
Masuk
kelas 2 SMA, kita putus. Dan aku sendiri lebih banyak menghabiskan waktu dengan
teman-teman sekolahku. Ada juga teman-teman dari sekolah lain. Temanku biasanya
teman sekelasku. Yang paling dekat, -campur- ya ada Incen, Angga, Dini, Rani
dan Meli. Kita biasanya juga nongkrong bareng-bareng di rumah siapa gitu. Juga biasanya
nongkrong sama temanku yang lain. Lebih senang kalau salah satu teman yang
orang tuanya sedang berpergian ke luar kota. Artinya? Kebebasan! Biasanya kita
nongkrong dulu di warung, beli indomie dan telur, beli rokok yang banyak lalu
mulai stel PS2. Mulai lah main Winning Eleven. Dulu rumah Ikmal sering kosong
kalau akhir pekan. Yang main biasanya, aku, incen, utek, ai, fadli, angga juga
teman-teman lain kayak abrar dan wanda. Mulai lah menghabiskan malam minggu
dengan bermain PS. Ikmal paling jago kalo main PS ini. Aku sendiri sering PHP. Kadang
bagus, kadang kalahan. Tapi, diantara semua, hanya Ai yang paling sering kalah.
Hahaha. Rasanya, menceritakan malam minggu saat SMA terlalu banyak. Terlebih
tidak enak rasanya kalau hanya menceritakan kisah malam minggu saat SMA. Karena
banyak kisah SMA lainnya yang sangat melekat di ingatan. Nanti lah aku
postingkan.
Kisah
malam mingguku mulai berbeda saat merantau ke Malang, tempat aku kuliah. Di Malang,
malam minggu cukup memiliki warna tersendiri. Kalau melintas daerah jalan Ijen
saat malam minggu, ya pasti akan kita lihat club-club sepeda motor memakirkan ‘pacarnya’
di sepanjang jalanan. Mulai dari moge, matic, motor sport hingga vespa
memamerkan kebanggaannya kepada setiap pengguna jalan. Di daerah stasiun beda
lagi, di daerah sini lebih banyak club-club sepeda/ontel/piksi (bener
tulisannya? :v). Sedang club mobil terpencar. Ada yang di daerah Suhat, Pulo
Sari dan lain-lain. Aku sendiri awalnya, sering menghabiskan malam minggu
dengan ngopi di SOB, di Ijen juga. Biasanya sambil bermain poker bersama Odi,
Memet, Noki, Benyek, Andik, Tommy, Edwar (kalau gak ‘dicarter’ Fera) dan
lain-lainnya. Namun pada akhirnya, kita lebih suka menyewa VCD/DVD dan nonton
di kos-an. Biasanya kita nyewa 5 film. Karena memang lebih murah kalau nyewa
sekaligus banyak. Dan, ‘jreeejeng-jejeeng’, film pun diputar hingga azan Subuh
berkumandang.
Tidak
banyak sih nuansa malam mingguku saat di Malang. Semakin kesini, malam mingguku
pun berubah. Karena, kebanyakan pemuda disini menghabiskan malam minggunya
dengan ngopi dan terkadang juga ke mall, aku juga jadinya lebih sering ngopi
dengan teman-teman. Bukan di café, tapi di emperan jalanan. Banyak tempat ngopi
di pinggir jalan. Menjamur malahan. Berbeda dengan awal ngopi dulu yang sering
bermain poker, kali ini lebih banyak kuhabiskan dengan ngobrol-ngobrol membahas
hal yang agak sedikit ‘berat’. Tentang cinta misalnya. Hahaha. Enggak, tentang
cinta itu selingan aja. Ngopi berarti ada isu yang dibahas. Mulai politik,
budaya, sastra dan lain-lain.

Syahdan, sebagai
laki-laki yang terus saja single, aku tidak dipusingkan dengan jalan-jalan
dengan pacar kesana-kemari. Atau sekedar menelpon semalaman suntuk. Jadi ya
begitu saja. Kadang membosankan. Tapi, yaa juga menyenangkan. Apa malam minggu
masih jadi “Malam yang panjang”? Ya masih. Malam yang panjang untuk diisi
dengan aktivitas dan malam yang nyaman juga untuk istirahat.
Selamat
menikmati malam minggu.
Malang,
1 Februari 2014
Aqsha
Al Akbar
No comments:
Post a Comment
Silahkan komen yaa